Masihkah Logika Politik Mengontrol Media?

Senin,11 Desember 2023 - 16:22:59 WIB
Dibaca: 211 kali

Kaprodi Magister Ilmu Komunikasi Untag Surabaya, Dr. Teguh Priyo Sadono, M.Si.

Mediatisasi atau pergeseran penggunaan logika media tampaknya telah menjadi perhatian negara-negara dunia khususnya di Asia termasuk Indonesia. Taiwan, China, Filipina, Malaysia, Singapura, Jepang, Thailand, India, bahkan negara Eropa seperti Inggris juga telah mengalami mediatisasi seperti mediatisasi gender, feminism, politik, dan sebagainya.

Inilah yang menarik perhatian Dr. Teguh Priyo Sadono, M.Si, untuk melihat lebih jauh bagaimana fenomena ini terjadi di Indonesia. Permasalahan ini pula yang dipaparkannya dalam “The Mediatization of Communication in Asia” yang digelar di University of The Philippines pada 17-18 November 2023. Menurutnya, mediatisasi yang terjadi di Indonesia lebih mengarah pada mediatisasi politik di mana hal ini merupakan sebuah pergeseran dari logika politik ke logika media

“Fenomena ini menunjukkan bahwa awal-awal negeri ini berdiri yang berlaku adalah logika politik, di mana logika politik mengontrol aktivitas media sehingga di sini media berperan sebagai media partisan. Namun, setelah reformasi banyak terjadi pergerseran-pergeseran politik maka proses mediatisasi juga ikut bergeser yang kemudian logika media mengontrol logika politik dan itulah yang terjadi sampai saat ini di mana logika politik saat ini sangat ditentukan oleh logika-logika media,” ujarnya.

Dalam pertemuan ilmiah internasional tersebut pria yang juga menjabat sebagai Ketua Program Studi Magister Ilmu Komunikasi FISIP Untag Surabaya ini menuturkan bahwa dalam hal ini media menjadi kekuatan yang dominan dan terjadi cukup masif sehingga hal itu menunjukkan adanya demokratisasi di mana politik di Indonesia sangat liberal karena kontrol politik tidak berjalan secara maksimal.

“Mediatisasi ini menjadi sangat penting karena persoalan ini mau tidak mau akan terus berjalan sampai kapanpun karena manusia tidak dapat terlepas dari konteks media. Namun, masalahnya, masih terjadi tarik ulur sampai saat ini di mana media dikuasai oleh partai politik, lepas dari hal tersebut media yang seharusnya menjadi independent malah bergeser menjadi kepentingan bisnis dan civil society belum mampu menguasai media,” tuturnya.

Baik menggunakan konteks mediatisasi menggunakan media berbasis jaringan atau konvensional apabila merujuk pada empat pilar demokrasi, maka media tetap akan ada. Permasalahan ini juga masuk ke dalam kerangka pemikiran good governance, maka konteks demokratisasi media selalu ada di mana hal ini saling berkaitan untuk dapat membangun sebuah keseimbangan.

“Di Asia, fenomena ini dapat dikaji lebih jauh lagi khusunya di Indonesia. Hal ini dapat dijadikan sebagai landasan upaya dalam membangun good governance di mana media mampu menjadi bagian dari empat pilar demokrasi tersebut,” imbuhnya.

Adanya media sosial sangat mendukung civil society bisa terlibat dalam aktivitas-aktivitas ruang media tersebut, namun belum mampu menguasai sepenuhnya dengan menggunakan logikanya dan logika media itu sendiri. Hal ini tentu berbanding terbalik dengan negara lain di Asia di mana kekuatan logika  politiknya lebih dominan. (riz)


Untag Surabaya || SIM Akademik Untag Surabaya || Elearning Untag Surabaya